Kamis, 29 Desember 2011

Agama Adalah Tiang Hidupku (Agama dan Masyarakat)


Isu agama memang tidak lepas dari kehidupan bermasyarakat. Sering kita dengar pertengkaran antar warga masyarakat yang disebabkan oleh perbedaan pemahaman tentang beragama. Sebagai contoh, terjadinya pengusiran warga yang dianggap memeluk aliran sesat pada suatu daerah atau pelarangan pendirian tempat ibadah pada suatu daerah yang didominasi oleh masyarakat tertentu.
Beberapa masalah tersebut berujung pada masalah sosial kemasyarakatan seperti pertengkaran antar warga yang mengatas-namakan agama, sehingga mengganggu ketentraman dan kerukunan antar umat beragama. Anak – anak, wanita dan orang tua dapat menjadi korban karena diliputi rasa ketakutan. Tentu saja hal tersebut akan menghambat aktifitas warga bahkan pergerakan perekonomian masyarakat sekitar apabila dibiarkan terus menerus.

Sebenarnya masalah tersebut dapat diminimalisir apabila setiap pemeluk agama dalam masyarakat dapat memahami bahwa hakekat agama adalah untuk membawa ketenangan dan kedamaian hidup manusia. Sehingga tidak benar jika agama merupakan penyebab pertengkaran ataupun kekerasan yang terjadi antar warga. Apabila ada hal yang salah, bukan agama yang salah akan tetapi orang yang melaksanakannya lah yang salah, baik salah dalam memahami ataupun salah dalam melaksanakannya.

Untuk itu, diperlukan peran tokoh – tokoh keagamaan untuk dapat lebih arif dan bijaksana untuk mengarahkan kelompoknya dalam menyikapi masalah – masalah tertentu. Peran tokoh agama merupakan peran utama, karena dalam beragama khususnya di Indonesia, masyarakat Indonesia bersifat fanatic kepada mereka. Masyarakat sangat menghargai dan percaya kepada tokoh – tokoh tersebut. Selain itu diperlukan kesadaran masyarakat secara umum bahwa kekerasan bukanlah penyelesaian dari suatu masalah. Tidak ada masalah yang tidak dapat di bicarakan, sehingga lebih diperlukan pengertian dan toleransi yang tinggi sehingga dapat berdiskusi dan mencari solusi masalah keagamaan yang terbaik dengan “kepala dingin”. Dengan demikian toleransi dan kerukunan umat beragama tetap terpelihara.

Contoh :
Suatu ketika adanya diskriminasi pada kaum Nasrani yang membangun gereja untuk tempat beribadah, namun masyarakat sekitar menolak pembangunan gereja tersebut dan para kuli bangunan memberhentikan pembangunan secara seketika karena adanya perusakkan gereja yang dilakkan oleh umat islam yang fanatisme (merasa islam adalah agama satu-satunya yang harus dianut oleh semua manusia). Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat sekitar dapat menerima dan tidak mengusik jalannya pembangunan gereja.

Dari sekelumit cerita diatas terdapat kesimpulan bahwa sesama umat manusia haruslah saling menghormati dan menghargai perbedaan agama karena agama tiang dari kehidupan.
Agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.

Fungsi Agama dalam kehidupan :
Ada tiga aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem, atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu sendiri.
Teori fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi transdental.

Kemiskinan Gizi Akibat kurang Pengetahuan dan Teknologi (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Kemiskinan)


Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan memanfaatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan manusia. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari segala keterbatasannya. Teknologi adalah sebuah totalitas metode yang dicapai secara rasional dan mempunyai efisiensi untuk memberikan tingkat perkembangan dalam setiap bidang aktivitas manusia. Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok.
Kaitan antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemiskinan yaitu kemiskinan adalah salah satu perang yang dihadapi oleh bangsa-bangsa didunia. Berbagai macam cara diupayakan agar tidak ada lagi kemiskinan. Dengan adanya ilmu pengetahuan ekonomi yang mempelajari tentang perekonomian dan teknologi maka diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan mengenai kemuiskinann yang terjadi hampir di setiap Negara.

Seharusnya kemajuan teknologi dapat meningkatkan tingkat pendidikan masyarakat, karena akan berdampak pada kemudahan masyarakat dalam memperoleh informasi. Namun, hal ini belum terjadi saat ini, karena kurangnya sosialisasi pihak terkait terhadap masyarakat miskin tersebut unutk dapat memanfaatkan teknologi guna meningkatkan kualitas pendidikan yang akan berdampak pada peningkatan taraf hidup masyarakat tersebut. Sehingga angka kemiskinan dapat ditekan.
Akan tetapi lebih dari 80 persen kasus gizi buruk berkaitan dengan kemiskinan, ketidakmampuan keluarga, dan faktor lain seperti keadaan lingkungan yang jelek, penyediaan air bersih yang kurang, tingkat pemdidikan, dan pengetahuan orang tua yang relatif rendah.
Hal ini terlihat bahwa sejak krisis terjadi tahun 1997, keadaan gizi kurang hanya 17,68 persen, gizi buruk 0,52 persen, dan tahun 1998 menunjukkan lonjakan tinggi, yakni gizi kurang meningkat 7,07 persen menjadi 24,76 persen dan gizi buruk meningkat 1,34 persen menjadi 1,86 persen.

Dengan melihat kondisi itu, upaya pengentasan kasus gizi buruk harus dilakukan dengan penanganan yang lebih komprehensif dengan meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi dari sektor terkait. Keadaan kasus gizi buruk yang terjadi di Jateng pada tahun 2003 menunjukkan penurunan sebesar 0,55 persen dari 1,86 persen (1998) menjadi 1,31 persen. Perubahan yang terjadi pada kasus gizi buruk dari tahun ke tahun memang tidak sedrastis pada gizi kurang, meskipun demikian fluktuasinya menunjukkan kecenderungan yang terus menurun. Perkembangan keadaan status gizi masyarakat di jateng berangsur-angsur menunjukkan adanya perubahan yang mengarah pada keadaan lebih baik. Kondisi ini terlihat pada tahun 2003 yang status gizinya kurang sudah turun sebesar 12 persen dari sebanyak 24,76 persen menjadi 12,76 persen. Prevalensi gizi kurang khususnya pada balita yang dipantau melalui kegiatan pemantauan status gizi (PSG) pos pelayanan terpadu (posyandu) yang dilakukan secara rutin setiap tahun sekali menunjukkan penurunan signifikan.
Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.

Ciri Kemiskinan
Apabila kita amati, mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki cirri-ciri sebagai berikut :
  • Mereka umumnya tidak mempunyai factor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal dan keterampilan.
  • Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
  • Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD atau SLTP. Waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.
  • Kebanyakan mereka tinggal di pedesaan
  • Kebanyakan dari mereka yang hidup di kota, masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan yang mumpuni dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota. Sehingga banyak dari mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman, tukang becak, pembantu rumah tangga. Beberapa dari mereka bahkan jadi pengangguran atau gelandangan.
Untuk itu, diperlukan partisipasi dan kepedulian dari seluruh masyarakat untuk dapat membantu pensosialisasian manfaat teknologi sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan.

Penyimpangan sosial yang menyebabkan diskriminasi (Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat)


Beberapa konflik seperti poso dan sambas adalah sebagian dari banyaknya konflik yang terjadi di Indonesia. Konflik ini berasal dari penyimpangan sosial dari dalam suatu sistem sosial tertentu karena adanya perbedaan ras, agama, ataupun politik, hal inilah yang menyebakan perpecahan dan sikap diskriminasi.
Pembahasan “Pertentangan dan Integrasi Masyarakat”
Pertentangan Sosial
Konflik (pertentangan) merupakan suatu tingkah laku yang dibedakan dengan emosi-emosi tertentu yang sering dihubungkan dengan orang lain,misalnya kebencian atau permusuhan. Konflik dapat terjadi pada lingkungan individu, sampai kepada lingkungan yang luas yaitu masyarakat.
1. Pada taraf di dalam diri seseorang, konflik menunjuk kepada adanya pertentangan, ketidakpastian, atau emosi-emosi dan dorongan yang antagonistic dalam diri seseorang
2. Pada taraf kelompok, konflik ditimbulkan dari konflik yang terjadi dalam diri individu, dari perbedaan-perbedaan pada para anggota kelompok dalam tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan norma-norma, motivasi-motivasi mereka untuk menjadi anggota kelompok, serta minat mereka.
3. Para taraf masyarakat, konflik juga bersumber pada perbedaan di antara nilai-nilai dan norma-norma kelompok dengan nilai-nilai dan norma-norma kelompok yang berbeda.Perbedan-perbedaan dalam nilai, tujuan dan norma serta minat, disebabkan oleh adanya perbedaan pengalaman hidup dan sumber-sumber sosio-ekonomis didalam suatu kebudayaan tertentu dengan kebudayaan lain.

Adapun cara-cara pemecahan konflik tersebut adalah :
1. elimination; yaitu pengunduran diri salah satu pihak yang telibat dalam konflik yang diungkapkan dengan : kami mengalah, kami keluar, kami membentuk kelompok kami sendiri
2. Subjugation atau domination, artinya orang atau pihak yang mempunyai kekuatan terbesar dapat memaksa orang atau pihak lain untuk mentaatinya
3. Mjority Rule artinya suara terbanyak yang ditentukan dengan voting akan menentukan keputusan, tanpa mempertimbangkan argumentasi.
4. Minority Consent; artinya kelompok mayoritas yang memenangkan, namun kelompok minoritas tidak merasa dikalahkan dan menerima keputusan serta sepakat untuk melakukan kegiatan bersama
5. Compromise; artinya kedua atau semua sub kelompok yang telibat dalam konflik berusaha mencari dan mendapatkan jalan tengah
6. Integration; artinya pendapat-pendapat yang bertentangan didiskusikan, dipertimbangkan dan ditelaah kembali sampai kelompok mencapai suatu keputusan yang memuaskan bagi semua pihak

Integrasi Masyarakat
Integrasi masyarakat, dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga-lembaga dan masyarakat secara keseluruhan. Sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan, berupa adanya konsensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi.Dalam hal ini terjadi kerja sama, akomodasi, asimilasi dan berkurangnya sikap-sikap prasangka di antara anggota masyarakat secara keseluruhan. Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di dalam masyarakat, sehingga tidak terjadi konflik, dominasi, mengdeskriditkan pihak-pihak lainnya dan tidak banyak sistem yang tidak saling melengkapi dan tumbuh integrasi tanpa paksaan.

Kesimpulan
Hidup bermasyarakat adalah hidup dengan berhubungan baik antara dihubungkan dengan menghubungkan antara individu-individu maupun antara kelompok dan golongan. Hidup bermasyarakat juga berarti kehidupan dinamis dimana setiap anggota satu dan lainnya harus saling memberi dan menerima. Anggota memberi karena ia patut untuk memberi dan anggota penerima karena ia patut untu menerima. Ikatan berupa norma serta nilai-nilai yang telah dibuatnya bersama diantara para anggotanya menjadikan alat pengontrol agar para anggota masyarakat tidak terlepas dari rel ketentuan yang telah disepakati itu.

Interaksi Sosial (Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan)

Masyarakat Pedesaan, Pada situasi dan kondisi ini sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikkan ikatan perasaan batin yang kuat sesama warga desa, yaitu perasaan setiap warga atau anggota masyarakat yang sangat kuat yang hakekatnya tidak dapat dipisahkan dari masyarakat , bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat karena beranggapan bahwa sebagai sesama makhluk sosial hendaknya saling mencintai, saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat.
Sedangkan pada masyarakat perkotaan. Jalan pikiran rasional ,menyebabkan interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.

Pembahasan Tentang “MASYARAKAT PEKOTAAN DAN MASYARAKAT PEDESAAN”
Ciri - Ciri Masyarakat Desa antara lain :
  1. Didalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya.
  2. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan
  3. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian
  4. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan sebagainya
  5. Sistem gotong royong, pembagian kerja tidak berdasarkan keahlian
  6. Cara bertani sangat tradisional dan tidak efisien karena belum mengenal mekanisasi dalam pertanian
  7. Golongan orang tua dalam masyarakat pedesaan memegang peranan penting
Sedangkan, Ciri – Ciri Masyarakat Perkotaan sebagai berikut :
  1. Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa
  2. Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Manusia individual (perorangan). Di kota – kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan , sebab perbedaan kepentingan paham politik , perbedaan agama dan sebagainya .
  3. Jalan pikiran rasional, menyebabkan interaksi – interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
  4. pembagian kerja di antra warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata
  5. kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa
  6. pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu
  7. perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.
PERBEDAAN MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN
  1. Lingkungan Umum dan Orientasi Terhadap Alam, Masyarakat perdesaan berhubungan kuat dengan alam, karena lokasi geografisnyadi daerah desa. Penduduk yang tinggal di desa akan banyak ditentukan oleh kepercayaan dan hukum alam. Berbeda dengan penduduk yang tinggal di kota yang kehidupannya “bebas” dari realitas alam.
  2. Pekerjaan atau Mata Pencaharian, Pada umumnya mata pencaharian di dearah perdesaan adalah bertani tapi tak sedikit juga yg bermata pencaharian berdagang, sebab beberapa daerah pertanian tidak lepas dari kegiatan usaha.
  3. Ukuran Komunitas, Komunitas perdesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan.
  4. Kepadatan Penduduk, Penduduk desa kepadatannya lbih rendah bila dibandingkan dgn kepadatan penduduk kota,kepadatan penduduk suatu komunitas kenaikannya berhubungan dgn klasifikasi dari kota itu sendiri.
  5. Homogenitas dan Heterogenitas, Homogenitas atau persamaan ciri-ciri sosial dan psikologis, bahasa, kepercayaan, adat-istiadat, dan perilaku nampak pada masyarakat perdesa bila dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Di kota sebaliknya penduduknya heterogen, terdiri dari orang-orang dgn macam-macam perilaku, dan juga bahasa, penduduk di kota lebih heterogen.
  6. Diferensiasi Sosial, Keadaan heterogen dari penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yg tinggi di dlm diferensiasi Sosial.
  7. Pelapisan Sosial, Kelas sosial di dalam masyarakat sering nampak dalam bentuk “piramida terbalik” yaitu kelas-kelas yg tinggi berada pada posisi atas piramida, kelas menengah ada diantara kedua tingkat kelas ekstrem dari masyarakat.
KESIMPULAN
Masyarakat pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah sama sekali satu sama lain. Bahkan terdapat hubungan yang erat, bersifat ketergantungan, karena saling membutuhkan. Masyarakat Perkotaan tergantung pada Masyarakat Desa dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan-bahan pangan, masyarakat desa juga merupakan tenaga kasar pada jenis-jenis pekerjaan tertentu di perkotaan. Sebaliknya, masyarakat perkotaan menghasilkan barang-barang yang juga diperlukan oleh masyarakat desa, masyarakat kota juga menyediakan tenaga-tenaga yang melayani bidang-bidang jasa yg dibutuhkan oleh masyarakat desa.