Kaitan
agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi
penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi
rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan
maut menimbulkan relegi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada
pengalaman agamanya para tasauf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat antagonis.
Agama menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti
"tradisi”. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi
yang berasal dari bahasa Latin religio
dan berakar pada kata kerja re-ligare
yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi,
seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam,
Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu,
Buddha, dan Konghucu.
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society)
adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana dimana
dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada
dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata
dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu
jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas.
Masyarakat adalah sebuah komunitas yang
interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat
digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu
komunitas yang teratur.
Menurut Syaikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok
manusia dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran,
perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut,
manusia kemudian berinteraksi sesama mereka berdasarkan kemaslahatan.
Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya
dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial
mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis,
masyarakat bercocoktanam,
dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar
menganggap masyarakat industri dan
pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat
agrikultural tradisional.
Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan
struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat
masyarakat band, suku,
chiefdom, dan masyarakat negara.
Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan
dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman,
sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit,
kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan
kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama.
Fungsi
Agama
Ada tiga
aspek penting yang selalu dipelajari dalam mendiskusikan fungsi agama dalam
masyarakat, yaitu kebudayaan, sistem sosial, dan kepribadian. Ketiga aspek itu
merupakan kompleks fenomena sosial terpadu yang pengaruhnya dapat diamati dalam
perilaku manusia, sehingga timbul pertanyaan sejauh mana fungsi lembaga agama
memelihara sistem, apakah lembaga agama terhadap kebudayaan adalah suatu sistem,
atau sejauh mana agama dapat mempertahankan keseimbangan pribadi melakukan
fungsinya. Pertanyaan tersebut timbul karena sejak dulu hingga sekarang, agama
masih ada dan mempunyai fungsi, bahkan memerankan sejumlah fungsi.
Manusia
yang berbudaya, menganut berbagai nilai, gagasan, dan orientasi yang terpola
mempengaruhi perilaku, bertindak dalam konteks terlembaga dalam lembaga situasi
di mana peranan dipaksa oleh sanksi positif dan negatif serta penolakan
penampilan, tapi yang bertindak, berpikir dan merasa adalah individu itu
sendiri.
Teori
fungsionalisme melihat agama sebagai penyebab sosial agama terbentuknya lapisan
sosial, perasaan agama, sampai konflik sosial. Agama dipandang sebagai lembaga
sosial yang menjawab kebutuhan dasar yang dapat dipenuhi oleh nilai-nilai
duniawi, tapi tidak menguntik hakikat apa yang ada di luar atau referensi
transdental.
Aksioma
teori di atas adalah, segala sesuatu yang tidak berfungsi akan hilang dengan
sendirinya. Teori tersebut juga memandang kebutuhan “sesuatu yang mentransendensikan
pengalaman” sebagai dasar dari karakteristik eksistensi manusia. Hali itu
meliputi, Pertama, manusia hidup dalam kondisi ketidakpastian juga hal penting
bagi keamanan dan kesejahteraannnya berada di luar jangkauan manusia itu
sendiri. Kedua, kesanggupan manusia untuk mengendalikan dan mempengaruhi
kondisi hidupnya adalah terbatas, dan pada titik tertentu akan timbul konflik
antara kondisi lingkungan dan keinginan yang ditandai oleh ketidakberdayaan.
Ketiga, manusia harus hidup bermasyarakat di mana ada alokasi yang teratur dari
berbagai fungsi, fasilitas, dan ganjaran.
Jadi,
seorang fungsionalis memandang agama sebagai petunjuk bagi manusia untuk
mengatasi diri dari ketidakpastian, ketidakberdayaan, dan kelangkaan; dan agama
dipandang sebagai mekanisme penyesuaian yang paling dasar terhadap unsur-unsur
tersebut.
Fungsi
agama terhadap pemeliharaan masyarakat ialah memenuhi sebagian kebutuhan
masyarakat. Contohnya adalaha sistem kredit dalam masalah ekonomi, di mana
sirkulasi sumber kebudayaan suatu sistem ekonomi bergantung pada kepercayaan
yang terjalin antar manusia, bahwa mereka akan memenuhi kewajiban bersama
dengan jenji sosial mereka untuk membayar. Dalam hal ini, agama membantu
mendorong terciptanya persetujuan dan kewajiban sosial dan memberikan kekuatan
memaksa, memperkuat, atau mempengaruhi adat-istiadat.
Fungsi
agama dalam pengukuhan nilai-nilai bersumber pada kerangka acuan yang bersifat
sakral, maka norma pun dikukuhkan dengan sanksi sakral. Sanski sakral itu
mempunyai kekuatan memaksa istimewa karena ganjaran dan hukumannya bersifat
duniawi, supramanusiawi, dan ukhrowi.
Fungsi
agama di sosial adalah fungsi penentu, di mana agama menciptakan suatu ikatan
bersama baik antara anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban
sosial yang mempersatukan mereka.
Fungsi
agama sebagai sosialisasi individu adalah, saat individu tumbuh dewasa, maka
dia akan membutuhkan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan
aktifitasnya dalam masyarakat. Agama juga berfungsi sebagai tujuan akhir
pengembangan kepribadiannya. Orang tua tidak akan mengabaikan upaya
“moralisasi” anak-anaknya, seperti pendidikan agama mengajarkan bahwa hidup
adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Karena itu, untuk
mencapai tujuan tersebut harus beribadah secara teratur dan kontinu.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar