Pembangunan
moderen, Indonesia telah
berkembang dengan pesat. Beberapa fasilitas
infrastruktur, seperti gedung, jalan bebas hambatan, jalan raya dan taman,
telah dibangun dengan mantap dan indah. Akan tetapi hal tersebut mengalami
hambatan bagi bangsa Indonesia yang dalam tahap berkembang, hambatan tersebut
dimulai sejak adanya krisis ekonomi yang berkepanjangan sehingga bangsa
Indonesia pada masa sekarang masih menghadapi pemasalahan yang cukup kompleks,
meliputi aspek politik, ekonomi, budaya, pendidikan serta sosial
Minimnya Pendidikan Formal masyarakat
Indonesia merupakan suatu hambatan bagi bangsa Indonesia untuk berkembang maju.
Berdampak negatif terhadap keluarga tidak mampu atau keluarga golongan bawah.
Dampak negatif tersebut antara lain kemampuan keluarga dalam membiayai sekolah
anaknya. Bagi keluarga gelandangan, permasalahan yang dialami itu bersifat
multi demensional sehingga mengakibatkan kehidupannya semakin
terpuruk. Munculnya gelandangan di lingkungan
perkotaan merupakan gejala sosial budaya yang
menarik. Gejala sosial ini kebanyakan dikaitkan dengan perkembangan
lingkungan perkotaan, karena didaerah kota sampai saat ini relatif masih membutuhkan
tenaga yang murah, kasar dan tidak terdidik dalam mendukung proses
perkembangannya.
Kondisi semacam ini membuktikan bahwa
semakin kuatnya dikotomi antara kehidupan yang “resmi” kota dan kehidupan
lain yang berbeda atau berseberangan dengan kontruksi
kehidupan yang resmi tersebut. Pada kenyataannya Indonesia pada saat ini
merupakan salah satu negara sedang berkembang yang ketinggalan jauh
dibandingkan dengan negara lainnya, seperti Jepang, Korea, Cina, Malaysia dsb.
Keterbelakangan itu menyangkut di bidang ekonomi, teknologi maupun bidang
pendidikan. Guna menanggulangi hal tersebut khususnya dibidang pendidikan,
pemerintah berupaya mengadakan atau lebih menekankan program
Pendidikaa Wajib Belajar 9 Tahun. Karena
kita sadari pendidikan diajarkan sejak anak
masih kecil, jadi bahwasannya anak adalah
generasi penerus bangsa
yang diharapkan mampu mendapatkan
pendidikan yang layak serendah-rendahnya setingkat SLTP sebagai bekal yang
berguna bagi masa depannya kelak, di samping itu anak dapat menikamati masa
kecilnya secara wajar dalam lingkup pergaulan yang layak. Hal ini perlu
diperhatikan agar anak dapat tumbuh dan mengembangkan kepribadianya seiring
dengan bertambahnya usia
sampai berusia 16
tahun. Program tersebut berlangsung dari
tahun 1990. Program Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun yaitu setiap anak minimal
harus memiiki ijazah sampai Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) bukan hanya
sekedar sampai bangku sekolah dasar.
Kenyataanya program tersebut hanya
dapat dinikmati atau dilaksanakan pada masayarakat golongan
keluarga yang mampu, lain halnya dengan keluarga yang tidak mampu (keluarga
gelandangan), bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja
mereka sudah kurang, apalagi harus untuk memikirkan biaya akan pendidikan bagi
anaknya. Keadaan seperti inilah yang menyebabkan negara kita semakin
terbelakang, karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah itu menjadi salah
satu faktor utama mengakibatkan kita terpuruk. Keterpurukan itu berdampak
negatif pada masyarakat, misal semakin sulitnya seseorang
mencari suatu pekerjaan, karena semakin
sempit serta semakin sedikitnya lapangan kerja
yang ada sehingga rakyat sebagian hidup dalam keadaan yang
tidak memiliki daya, sehingga menjadi suatu penyakit masyarakat yaitu
Gelandangan.
Masalah
gelandangan merupakan salah satu dari penyakit masyarakat yang dari dahulu
tidak dapat ditemukan jalan keluarnya. Contoh dari masalah itu misalnya
pemerintah sudah berupaya mengentaskan gelandangan tersebut dari keadaan.
Kenyataannya keadaan itu akan kembali lagi seperti semula. Masalah tersebut
akan terselesaikan apabila si gelandangan serta pemerintah berupaya penuh akan
pengentasan kemiskinan tersebut.
Masalah
ini berkaitan erat dengan beberapa faktor penyebab gelandangan yang paling
dominan antara lain:
1.
Kemiskinan, baik kemiskinan kelembagaan maupun kemiskinan pribadi.
2.
Lingkungan, juga merupakan salah satu faktor terjadinya gelandangan.
Yang
paling utama dalam masalah ini adalah gelandangan yang sudah mempunyai keluarga
serta mempunyai anak. Dari sinilah sudah tampak baik secara langsung maupun
tidak langsung adanya “regenerasi” dari gelandangan itu sendiri.
Umumnya
keluarga gelandangan, khususnya orang tua tidak memikirkan pendidikan anaknya
dengan alasan kondisi miskin yang menimpa keluarga tersebut. Orang tua tidak
dapat memberikan bimbingan pada anak-anaknya, padahal pendidikan serta
bimbingan orang tua atau orang dewasa yang berada di sekitar anak itu sangat
dibutuhkan oleh anak pada usia pertumbuhan dan perkembangan dalam hidup ini.
Data tersebut merupakan gambaran umum, akan tetapi juga banyak anak dari
keluarga gelandangan yang dapat merasakan bangku sekolahan.
Pengamatan
peneliti selama ini menunjukkan bahwa peran orang tua sangat dominan dalam
pendidikan bagi anak. Lingkungan keluarga adalah lingkungan yang
berperan terhadap perkembangan diri pribadi
anak.
Di samping itu kesadaran dalam diri anak untuk tetap
bersekolah minimal sampai tingkat pendidikan lanjutan pertama masih kurang.
Masyarakat
golongan kurang mampu
(gelandangan), pada dasarnya gelandangan masih
memiliki ketangguhan dan ketrampilan dasar, hanya karena sebab-sebab yang unik
mereka tidak dapat hidup dan berkehidupan sebagai masyarakat yang pada umunya.
Sebenarnya anak dari keluarga gelandangan membutuhkan dunia bermain maupun
belajar di bangku sekolah. Umumnya banyak anak dari keluarga gelandangan yang
tidak dapat mengenyam bangku sekolah serta mendapatkan bimbingan dari orang tua
mereka dapat dilihat diberbagai tempat seperti halnya di traffic light disitu
dapat dilihat banyak anak-anak yang berkeliaran pada
jam-jam dimana semestinya anak-anak sekolah, disisi
lain ada juga sebagian yang dari keluarga gelandangan yang anaknya dapat
sekolah. Anak-anak dari keluarga gelandangan pada
umumnya malah harus berfikir bahwa yang penting ialah untuk segera dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya yakni pangan, sandang serta pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar